Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas yaitu 5,8 juta km2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat sekitar 17.508 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan (Archipelagic state) dan maritim terbesar di dunia. Karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang didominasi oleh lautan telah menjadikan Indonesia sebagai Mega-Biodiversity terbesar di dunia. [1]Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam, baik berupa sumberdaya alam dapat pulih (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk bioteknologi) maupun sumberdaya alam tidak dapat pulih (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit dan mineral lainnya). [2]Sumberdaya kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia. [3]Sayangnya, pembangunan kelautan selama tiga dasa warsa terakhir selalu diposisikan sebagai pinggiran (peryphery) artinya bukan menjadi arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan potitik. Sehingga secara ekonomis-politis sangat logis jika kelautan dijadikan tumpuan dalam perekonomian nasional. Pengaplikasian bioteknologi kelautan sebagai pendayagunaan kekayaan laut berbasis kegiatan ekonomi yang dikelola secara berkelanjutan dan serius dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti antara lain berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Sehingga dengan potensi kelautan yang dimiliki, Indonesia mampu menciptakan suatu keunggulan komparatif, kooperatif dan kompetitif dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.
Dalam penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan bahan alam bahari yang berasal dari laut. [4]Laut dengan keunikan ekosistemnya terbukti menyimpan banyak potensi sumber farmasi baru dengan struktur molekul baru dan mekanisme farmakologi baru pula. Beberapa tahun terakhir ini banyak penelitian mengenai kegunaan spons karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. [5]Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti: [6]sitotoksik dan antitumor, [7]antivirus, anti HIV dan antiinflamasi, [8]antifungi, [9]antileukimia, [10]penghambat aktivitas enzim. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah cukup banyak dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.
Selain itu, biota lain yang dapat dimanfaatkan adalah alga. [11]Didalam alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif. Berbagai jenis alga seperti Griffithsia, Ulva, Enteromorpna, Gracilaria, Euchema, dan Kappaphycus telah dikenal luas sebagai sumber makanan seperti salad rumput laut atau sumber potensial karagenan yang dibutuhkan oleh industri gel. Begitupun dengan Sargassum, Chlorela/ Nannochloropsis yang telah dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat; Osmundaria, Hypnea, dan Gelidium sebagai sumber senyawa bioaktif; Laminariales atau Kelp dan Sargassum Muticum yang mengandung senyawa alginat yang berguna dalam industri farmasi. Berbagai bahan bioaktif yang terkandung dalam biota perairan laut seperti Omega-3, hormon, protein dan vitamin memiliki potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang dimanfaatkan baru 5.000 spesies. [12]Beberapa jenis obat atau vitamin yang diekstrak dari laut misalnya, minyak dari hati ikan sebagai sumber vitamin A dan D, insulin diekstrak dari ikan paus dan tuna, sedangkan obat cacing dapat dihasilkan dari alga merah. Sejauh ini, pemanfaatan alga sebagai komoditi perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, dan farmasi. [13]Kemajuan yang dicapai dalam hal kemampuan sarana analisis kimia dan teknik produksi bahan alam telah memungkinkan pelaksanaan analisis kimia kandungan bioaktif, uji manfaat, keamanaan serta uji mutu untuk standarisasi bahan dan juga pengembangan industri bahan dari sekala laboratorium ke sekala industri. [14]Sekitar 40 - 50% obat-obatan yang beredar dipasaran berasal dari produk kimia bahan alam. Bahkan 10 dari 25 top penjualan produk farmasi berasal dari bahan alam. Sebagian kimia bahan alam yang telah dikonversi menjadi obat ini diekstrak dari mikroorganisme, tumbuhan, dan makroorganisme laut.
Kedepannya diharapkan pengembangan ristek (riset dan teknologi) kelautan diarahkan pada penguasaan dan pengembangan serta penerapan bioteknologi untuk teknik ekstraksi bioactive substances atau marine natural product dari biota laut, khususnya macroalgae, microalgae, invertebrata, dan mikrorganisme untuk industri pangan, farmasi (obat-obatan) dan kosmetika. [15]Secara konseptual ristek kelautan diharapkan dapat diarahkan untuk menghasilkan produk yang dapat dipasarkan (marketable) dan menguntungkan (profitable), meningkatkan produksi melalui pemanfaatan sumberdaya kelautan, baik sumberdaya dapat pulih, sumberdaya tidak dapat pulih maupun jasa-jasa kelautan untuk menunjang pembangunan ekonomi, meningkatkan pengkajian potensi sumberdaya kelautan, khususnya sumberdaya kelautan yang belum termanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan paparan diatas penulis sangat mengharapkan adanya pengaplikasian bioteknologi kelautan sebagai pendayagunaan kekayaan laut berbasis kegiatan ekonomi yang dikelola secara berkelanjutan dan serius dalam penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik berlandaskan perkembangan riset yang telah ada sehingga Indonesia mampu menciptakan suatu keunggulan komparatif, kooperatif dan kompetitif dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan dan juga merupakan bentuk rasa syukur sebagai negara kepulauan (Archipelagic state) dan maritim terbesar di dunia.
cirebon pantai nih..
ReplyDeleteudah baca buku2nya pak Rokhmin Dahuri?
di penjara beliau menulis 3 buku kabarnya.
beliau lahir di Cirebon dan sangat pro-nelayan utk berkembang maju.
Di cirebon bs meneliti alga merah ngga mas?
ReplyDelete