Beloved Mamah dan Bapak (Alm)

"Lord show your mercy to them (my parents) as they nurtured me when i was small" (Al Qur'an 17:24)

Separuh diriku...

"Semoga Allah menghimpun yang terserak dari keduanya, memberikan kami berdua dan kiranya Allah meningkatkan pintu-pintu Rahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat." (kata mutiara yang diucapkan Nabi Muhammad ketika putrinya Fatimah Az Zahra menikah dengan Ali Bin Abi Thalib).

Amanah kami...

"If You should give us a good [child], we will surely be among the grateful." (Al-A'raf 7:189)

PayTren Ustadz Yusuf Mansur...

Selamat Datang di Era Digital – PayTren Untuk Semua Transaksi

Menuju 10 Juta Komunitas PayTren

-bersama kita bisa 'kembalikan Indonesia- Itulah spirit untuk membangkitkan kepedulian pada banyaknya aset Indonesia yang tidak lagi kita miliki. Komunitas TRENi dijiwai oleh semangat memakmurkan Indonesia melalui infrastruktur bisnis komunitas PayTren. Dengan bergotong-royong dalam 10 juta komunitas bisnis PayTren maka 1(satu) dari sekian aset dapat dimiliki kembali bangsa ini. InsyaAllah.

Kubis Merah Sebagai Indikator Asam Basa

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Produksi kubis merah di Indonesia pun cukup melimpah. Kubis merah  dapat  ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah dengan berbagai varietas.
Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak terdapat di Indonesia. Kubis ini memiliki banyak manfaat karena memiliki banyak kandungan antara lain: vitamin (A, B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi), serta mengandung zat antosianin yang mampu mengubah warna kubis menjadi merah (Ekasari, 2010).
Kubis merah mengandung setidaknya tiga puluh enam dari 300 macam antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah dan biru pada tanaman (Charron et. al., 2007). Antosianin terdiri dari beberapa cincin karbon ke hidrogen atau kelompok hidroksil terikat. Pembentukan kimia ini memungkinkan molekul antosianin untuk mengambil dua bentuk (di mana salah satu atom hidrogen melekat pada eksterior dan satu tidak). Bahan asam ditandai dengan memiliki lebih banyak atom hidrogen (H+) dari kelompok hidroksil (OH-) sehingga ketika terkena asam, antosianin merebut atom hidrogen dan berubah merah. Dalam kondisi basa dimana tidak ada kelebihan hidrogen atom, molekul warna yang muncul adalah biru atau hijau (Charron et. al., 2007).
Metode titrasi merupakan metode analisis kuantitatif yang dalam pengerjaannya cukup sederhana, prosesnya cepat, efisien, murah, namun memberikan hasil yang baik. Banyak industri farmasi yang masih menggunakan metode ini untuk menganalisis senyawa-senyawa dari bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi obat.
Ibuprofen merupakan senyawa turunan asam propionate yang tentunya bersifat asam. Ibuprofen ini dapat ditentukan kadarnya dengan metode titrasi asam basa dengan indikator phenolftalein.
Titrasi ini bisa dilakukan secara manual dan otomatis. Prinsip dari proses titrasi ini adalah penentuan volume pentiter untuk mencapai titik kesetimbangan atau titik eqivalen dengan analit yang akan di analisis dengan menggunakan hukum stoikiometri. Secara visual, titik eqivalen dalam suatu proses tirasi tidak dapat diamati, yang diamati hanyalah titik akhir dari titrasi. Titik akhir ini merupakan titik dimana kelebihan satu tetes pentiter akan menyebabkan perubahan warna pada indikator. Semua jenis titrasi tentunya menggunakan indikator untuk mengetahui titik akhir ini.
Selama ini indikator yang digunakan dibuat secara sintesis dari bahan-bahan kimia, begitu pula dengan indikator asam basa. Sebenarnya  indikator asam basa dapat dibuat dengan menggunakan bahan dari lingkungan sekitar. Prinsip indikator adalah bahan yang memberikan warna berbeda pada lingkungan asam dan basa. Pada umumnya bahan yang memiliki warna menyolok memiliki sifat memberikan warna yang berbeda pada kedua suasana tersebut.
Phenolftalein adalah indikator titrasi buatan yang sering digunakan dalam titrasi asam basa tipe alkalimetri. Phenolptalein ini sering digunakan pada analisis kadar ibuprofen dalam sediaan farmasi dengan pentiter NaOH. Kisaran pH dari phenolftalein dimiliki juga oleh kubis merah.
Pengadaan bahan kimia indikator buatan hasil industri cenderung mahal, penggunaannya ekstra hati-hati, serta fungsi spesifik sehingga dibutuhkan bahan lain sebagai indikator alternatif dari bahan alam yang mudah didapatkan dengan akurasi yang sama.
Berawal dari sana, kami mencoba menggagas suatu pemanfaatan kubis merah (Brassica oleracea L.) sebagai indikator alami dalam analisis kadar ibuprofen dengan metoda titrasi asam basa yang hasilnya akan dibandingkan dengan penetapan dengan indikator buatan (phenolptalein).

Tujuan dan Manfaat Gagasan
Tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan pemanfaatan potensi kubis merah (Brassica oleracea L.) sebagai indikator alami dalam sebuah analisis sediaan farmasi yang bersifat aplikatif.
Manfaat dari gagasan ini adalah memberikan alternatif metode titrasi asam basa (asidimetri dan alkalimetri) yang lebih menarik dengan penggunaan kubis merah (Brassica oleracea L.) sebagai indikator alami yang memiliki trayek pH luas (2-12) dengan variasi warna yang berbeda.
                 
  
GAGASAN
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada protein plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi (Dewoto, 2007).
Penentuan kadar ibuprofen dapat dilakukan dengan metode titrasi asam basa menggunakan indikator phenolptalein. Reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi dimana ibuprofen yang bersifat asam lemah direaksikan dengan NaOH yang bersifat basa kuat. Titik ekuivalen adalah keadaan dimana ibuprofen tepat habis bereaksi dengan NaOH yang berkisar antara 9,3. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi titik ekuivalen pada pH tersebut adalah phenolptalein yang memiliki trayek pH antara 8,3 - 10,0 dengan adanya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah sangat muda. Perubahan warna tersebut dinamakan titik akhir titrasi (Rinehart dan Winston, 2010).
Menurut farmakope Indonesia edisi IV, kadar ibuprofen dapat ditentukan dengan tahapan seperti berikut: timbang 300 mg ibuprofen, masukan ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 10 ml etanol netral. Tambahkan indikator fenolftalein, tirasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah warna menjadi rosa ( FI IV, 1995).

Gambar 1. Kurva titrasi antara basa kuat dan asam lemah
Sebuah indikator visual adalah zat kimia yang mencerminkan sistem sifat kimia di mana penempatannya dapat mengubah warnanya. Indicator asam basa merupakan salah satu contoh dari indicator visual. Indikator asam-basa ini menanggapi konsentrasi ion hidronium, [H3O]. Larutan asam memiliki kelebihan ion H3O, sementara larutan alkali memiliki sedikit ion H3O. Ukuran dari [H3O] adalah pH. Secara formal, pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dari [H3O] dari larutan (Rinehart dan Winston, 2010).
Phenolftalein adalah salah satu indikator asam basa yang sering digunakan dalam titrasi asam basa. Fenolftalein  ini merupakan bentuk asam lemah. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah muda (Clark, 2007).
Di alam,terdapat suatu zat yang disebut antosianidin. Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini ialah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin, sedangkan warna merah seduduk, lembayung, dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin. Di bawah ini beberapa  antosianidin yang umum, 

Tabel 1. Ciri antosianidin umum
Antosianidin
Rf (x100) dalam
Visibel
Visibel
Me-HCl
+AlCl3
Forestal
As. Format
BAW
Pelargonidin
68
33
80
merah
520
-
Sianidin
49
22
68
magenta
535
+
Peonidin
63
30
71
magenta
532
-
Delfinidin
32
13
42
ungu
546
+
Petunidin
46
20
52
ungu
543
+
Malfidin
60
27
58
ungu
542
-
Keterangan :
Forestal             : HCl-HOAc-H2O=3:30:10
As. Format        : HCl pekat-HCO2H-H2O=2:5:3
BAW                : n-BuOH-HOAc-H2O=4:1:5
(Harborne, 2006)
Struktur dari keenam jenis antosianidin, yaitu:            
Gambar 2. Berbagai struktur antosianidin

Antosianin sendiri merupakan pewarna paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu,  merah tua, lembayung, ungu dan biru dalam daun bunga, daun, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi (Harborne, 2006).
Secara kimiawi, antosianin adalah kelompok yang sangat beragam, terdapat sebanyak 550 senyawa berbeda yang dilaporkan pada awal 2006 mengandung antosianin. Perubahan struktur kimia pada antosianin sebagai tanggapan terhadap variasi pH: menyebabkan perubahan dari merah menjadi biru pada asam basa, mirip hydrangea (Hollinger, 2007).
Antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa, dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat terkena cahaya. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCI pekat 1 %) dan larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan (Harborne, 2006).
Semua antosianin alami berada dalam keseimbangan antara kation flavylium warna dan bentuk cairan berwarna. Kesetimbangan didorong ke kiri sebagai pH anggur menurun dan ke kanan sebagai pH meningkat. Pada pH 4,5 atas reaksi destabilisasi lain dimulai, seperti pembukaan cincin C.

Gambar 3. Kesetimbangan antosianin alami
Kubis merah mengandung setidaknya tiga puluh enam dari 300 macam antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah dan biru pada tanaman (Charron et. al., 2007).
Molekul pigmen ini disimpan dalam sel-sel daun kubis merah. Ketika terkena panas selama memasak, sel-sel yang mengandung antosianin terbuka, menyebabkan pigmen warna yang larut ke cairan sekitarnya. Hal ini menjelaskan perubahan warna langsung dalam air rebusan kubis merah yang menghasilkan cairan berwarna disebut ekstrak kubis (Charron et. al., 2007). Yang kemudian dapat langsung digunakan menjadi larutan indikator alami. Adanya zat antosianin menyebabkan warna kubis dapat berubah menjadi merah (Ekasari, 2010).

Gambar 4. Kubis merah (Brassica oleracea L.)
Penggunaan kubis merah sebagai pH indikator didasarkan pada adanya perubahan warna dari warna merah pada pH 2 menjadi berwarna ungu pada pH 3 – 6 dan kemudian warna biru di sekitar pH 7 – 9 yang merupakan titik akhir titrasi. Warna merah lembayung berasal dari sianidin termasuk antosianidin yang merupakan aglikon antosianin yang terbentuk bila dihidrolisis dengan asam. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin, sedangkan warna biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin (Harborne, 2006). Oleh karena itu, adalah mungkin untuk menentukan pH larutan berdasarkan warna ia mengubah pigmen antosianin jus kubis merah. Gambar di bawah ini menunjukkan kisaran warna yang dapat dicapai dengan kubis merah dalam berbagai pH (Agee, 2006).
Gambar 5. Variasi warna ekstrak kubis merah pada suasana keasaman dan kebasaan yang berbeda
Kubis merah dapat digunakan sebagai indicator, setelah melalui tahapan seperti di bawah ini:

    • Sejumlah kol merah yang masih segar dihaluskan
    • Rebus selama 10 menit
    • Biarkan air kol merah menjadi dingin
    • Saring dalam stoples besar
Selain mengandung antosianin, kubis segar juga mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nicotinamide) dan beta karoten. Senyawa aktif yang ditemukan pada kubis di antaranya, sianohidroksibutena, sulforan, dan iberin (Ekasari, 2010).
Kubis banyak ditanam di dataran tinggi dengan sentra terdapat di Dieng, Wonosobo, Tawangmangu, Kopeng, Salatiga, Bobot Sari, Purbalingga, Malang, Brastagi, Argalingga, Tosari, Cipanas, Lembang, Garut, Pengalengan dan beberapa daerah lain di Bali, Timor Timur, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya, tetapi beberapa varietas dapat ditanam di dataran rendah (Aditya, 2009).
Berdasarkan klasifikasinya, kubis termasuk dalam:
Divisi                     : Spermatophyta
Sub Divisi             : Angiospermae
Klas                       : Dicotyledonae
Famili                    : Cruciferae
Genus                    : Brassica
Spesies                  : Brassica oleracea
(Aditya, 2009)

Sebagaimana kita ketahui, meskipun cara penentuan kadar dengan metode titrasi ini merupakan metode yang sudah lama atau dapat dikatakan kuno, namun teknik yang mudah, sederhana dan dengan biaya yang murah ini masih sering digunakan karena hasilnya yang dapat dipercaya dan meyakinkan selama tiap tahapan dalam proses titrasi tersebut dilakukan dengan baik. Seperti kata pepatah, dimana ada gula disitu pasti ada semut. Sama halnya seperti proses titrasi. Dimana ada proses titrasi disitu pasti dibutuhkan indikator. Pemakaian indikator dalam titrasi tentunya hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, hanya sekitar 2 sampai 3 tetes saja. Dalam skala laboratorium, bahkan dalam industri farmasi persediaan indikator ini tentunya akan banyak, padahal penggunaannya hanya sedikit sekali, dan hanya akan menyebabkan pemborosan biaya. Oleh karena itu kami mengusulkan gagasan penggunaan kubis merah ini untuk dijadikan indikator alami pengganti indikator buatan dalam proses titrasi asam basa. Harga kubis merah yang relatif terjangkau dan jumlahnya yang melimpah serta mudahnya pembuatan kubis merah ini menjadi larutan indikator, suatu proses titrasi akan berjalan lebih efektif dan efisien tanpa mengurangi akurasi hasil yag didapat. Dengan demikian dapat pula menurunkan tingkat polusi lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran zat kimia.

  
KESIMPULAN
Kubis merah merupakan tanaman budidaya Indonesia yang mudah dikembangkan sehingga jumlahnya cukup melimpah. Kandungan antosianin dalam kubis merah mempunyai karakteristik warna yang berbeda pada pH yang berbeda, hal tersebut mendasari pemanfaatannya sebagai indikator alami pengganti indikator buatan yang dalam hal ini diaplikasikan dalam penentapan kadar ibuprofen melalui metode titrasi asam basa dengan tetap mengacu kepada prinsip dari indikator asam basa yaitu berubahnya warna pada kisaran pH yang berbeda. Dengan demikian kedepannya kubis merah ini dapat menjadi indikator dalam penggunaan titrasi baik skala laboratorium maupun skala industri  oleh berbagai pihak yang membutuhkannya.